Kinerja ekspor China menunjukkan perlambatan signifikan pada Agustus 2025, dengan pertumbuhan keseluruhan hanya naik 4,4% secara tahunan, mencatatkan level terendah dalam enam bulan terakhir. Data bea cukai yang dirilis Senin (8/9) menyoroti anjloknya ekspor ke Amerika Serikat (AS) sebesar 33% di tengah memudarnya efek gencatan dagang dan tekanan tarif yang berlanjut.
Penurunan kinerja ini dipengaruhi oleh kebijakan tarif Presiden Donald Trump terhadap praktik transshipment serta berakhirnya efek percepatan ekspor jelang pemberlakuan tarif. Dilansir dari CNBC, para ekonom memproyeksikan tekanan ini akan berlanjut dalam waktu dekat.
“Dengan dorongan sementara dari gencatan dagang AS-China yang memudar dan AS menaikkan tarif pada pengiriman yang dialihkan melalui negara lain, ekspor kemungkinan akan tertekan dalam waktu dekat,” kata Zichun Huang, Ekonom China di Capital Economics.
Di tengah tekanan dari pasar AS, eksportir China tampak gencar melakukan penetrasi ke kawasan lain. Hal ini terlihat dari peningkatan ekspor ke Uni Eropa sebesar 10,4%, ke negara-negara ASEAN sebesar 22,5%, dan lonjakan signifikan hampir 26% ke Afrika.
“Eksportir China mendorong peningkatan pangsa pasar di negara lain karena lemahnya permintaan domestik. Inisiatif ‘go abroad’ ini kemungkinan berkontribusi pada ketahanan ekspor China sejauh ini tahun ini,” ujar Zhiwei Zhang, Presiden Pinpoint Asset Management.
Dari sisi domestik, impor China hanya tumbuh tipis 1,3% pada Agustus, meleset dari perkiraan analis, yang menandakan lemahnya permintaan dalam negeri akibat sektor properti yang lesu dan ketidakpastian lapangan kerja. Tekanan eksternal dan domestik ini membuat pemerintah China diperkirakan akan segera meluncurkan stimulus tambahan untuk menopang pertumbuhan.



