Anutin Charnvirakul resmi menjadi Perdana Menteri baru Thailand menggantikan dinasti Shinawatra. Taipan konstruksi sekaligus Ketua Partai Bhumjaithai ini resmi dilantik pada Minggu (7/9), setelah menerima restu dari Raja Maha Vajiralongkorn. Pengangkatannya menandai pergeseran kekuatan politik signifikan setelah parlemen mengesahkan koalisi barunya pada Jumat lalu, sekaligus mengakhiri kekuasaan Partai Pheu Thai.
Dalam pidato pertamanya usai pelantikan, Anutin menekankan komitmennya untuk menjalankan pemerintahan dengan integritas tinggi meskipun masa jabatannya terbilang singkat, yakni hanya empat bulan.
Dilansir dari channelnewsasia.com, ia meminta kerja sama dari semua pihak untuk memaksimalkan waktu yang terbatas demi kepentingan negara.
“Saya akan bekerja dengan sepenuh kemampuan, dengan kejujuran dan moralitas yang pantas atas kepercayaan Yang Mulia Raja, demi kepentingan rakyat dan negara,” ujar Anutin. Dari pernyataan itu, ditegaskan bahwa ia berjanji memegang amanah dengan sebaik-baiknya. “Pemerintah saya akan bekerja tanpa lelah… karena kami hanya punya waktu empat bulan,” tambahnya.
Pergantian kekuasaan ini terjadi setelah Mahkamah Konstitusi memberhentikan Paetongtarn Shinawatra pada 29 Agustus, yang mengguncang dominasi politik dinasti Shinawatra selama dua dekade. Untuk mengembalikan kepercayaan publik, Anutin telah menunjuk tiga menteri dari kalangan non-parlemen untuk mengisi pos strategis, yaitu kementerian keuangan, energi, dan luar negeri.
Anutin sendiri bukanlah sosok baru di pemerintahan, sebelumnya ia pernah menjabat sebagai wakil perdana menteri dan menteri kesehatan.
Di tengah transisi ini, pendiri Pheu Thai, Thaksin Shinawatra, dilaporkan meninggalkan Thailand menuju Dubai beberapa jam sebelum parlemen memilih Anutin. Menanggapi situasi hukum yang menyelimuti lawan politiknya, Anutin menegaskan pemerintahannya tidak akan melakukan intervensi.
“Pemerintah saya akan mematuhi hukum dan tidak akan ikut campur dalam sistem peradilan, membiarkan hukum berjalan sebagaimana mestinya,” katanya. Pernyataan ini menjadi jaminan bahwa hukum tidak akan digunakan sebagai alat politik di bawah kepemimpinannya.